“Semua
orang adalah (terlahir) jenius. Tetapi jika kau memaksa seekor ikan harus punya
kemampuan memanjat pohon, ikan itu akan menghabiskan seluruh hidupnya untuk
memercayai bahwa dirinya bodoh.”
(Albert
Einstein)
Bagaimana
mendefinisikan seorang anak yang cerdas? Selama ini banyak dari orangtua
memandangnya dengan prestasi akademik di sekolah. Namun ada anak-anak lain yang
berhasil meraih prestasi, bukan dari bidang akademik, melainkan bidang lain
seperti olahraga atau seni, Bagaimana dengan mereka? Apakah mereka tidak bisa
disebut cerdas?
Para Ahli Psikologi
selama berabad-abad merumuskan konsep kecerdasan. Dimulai dari yang paling
sederhana seperti tes sensori dari Sir Franois Galton (1869). Kemudian muncul
Alfred Binet (1900), dengan konsep IQ (Intelektual Intelligences),
sampai muncul Edward Thorndike (1920) yang membagi kecerdasan menjadi 3 bagian
(Kecerdasan Abstrak, Kecerdasan Konkret dan Kecerdasan Sosial). Sampai akhirnya
di tahun 1980an seorang ahli bernama Howard Gardner dalam bukunya yang
berjudul “Frames of Mind”, mengemukakan teori tentang Kecerdasan Majemuk
(Multiple Intelligences). Tema ini yang kemudian diangkat IMAMUPSI UMS, dalam
acaranya yang bertajuk, Seminar Nasional Multiple Intelligences: Mengungkap
Kecerdasan Majemuk dalam Teori dan Praktik.
Ketua Panitia, Ketua Umum IMAMUPSI dan Dekan Fakultas Psikologi memberi sambutan.
Acara yang berlangsung
di Auditorium M Djasman UMS pada Kamis (28/11/2013) tersebut, diisi oleh tiga
pembicara, Taufik Ph.D (Dosen Magister Pasca Sarjana UMS) sebagai keynote
speaker, seorang Trainer dan Psikolog dari PT Next Worldview, Mustofa
Jufri, S.Psi M.Si, dan pendiri Sekolah Alternatif/ Kelompok Belajar Qoryah
Thoyyibah Salatiga, Bpk. Ahmad Bahruddin. Acara yang dipandu Muhammad Abdul
Azis ini berlangsung dari pukul 09.00 sampai 15.00 WIB. Dalam acara
tersebut juga tampil Kelompok Perkusi dariSekolah Qoryah Thayyibah. Acara ini
juga dihadiri Dekan Fakultas Psikologi UMS, Susatyo Yuwono, S. Psi, M. Si, yang
memberi sambutan pada awal pembukaan acara.
Keynote speaker, Bp. Taufik Ph.D
Pada sesi pertama acara,
dibuka oleh pemaparan dari keynote speaker, Bpk Taufik Ph.D, dengan
materi tentang sejarah perkembangan sampai munculnya Teori Multiple
Intelligences. Pengantar Multiple Intelligences.
Mustofa Jufri M.Si menyampaikan makalahnya.
Dilanjutkan pembicara
berikutnya, Bapak Mustofa Jufri M.Si., yang merupakan seorang Trainer dan
Psikolog, dalam Makalah Multiple Intelligences -nya beliau mengutip
pernyataan dari, Thomas Armstrong Ph.D, bahwa ada dua bencana besar yang
menimpa sumber daya manusia (Amerika)
yang berkaitan dengan pelaksanaan tes kecerdasan, yakni:
1. Penerapan Closing
Test, yang dimulai pada tahun
1900 oleh Alfred Binet.
2. Penerapan Disability
Test, yang diawali tahun 1960 an sampai 1980 an. Oleh Samual Kirk.
Alfred Binet dkk
menciptakan tes kecerdasan yang pertama dan memberikan opini kepada masyarakat
bahwa kecerdasan itu dapat diukur secara obyektif dan dinyatakan dalam satu
angka yaitu nilai IQ. Sedangkan Samuel Kirk, mengembangkan konsep bahwa manusia
harus ditemukan kelemahannya, dan diberi label: LD, ADD, dan ADHD.
Beliau juga menjelaskan
kritik dari Howard Gardner terhadap tes kecerdasan tersebut. Setelah sesi
pertannyaan, materi pertama materi berakhir sekitar pukul 12.00 WIB.
Sebelum
mulai materi ke-2, peserta dihibur dengan peanmpilan grup perkusi dari Kelompok
Belajar Qaryah Thayyibah.
Kepala Sekolah Qaryah Thayyibah Bp. Ahmad Bahruddin.
Di materi ke-2,
menampilkan pembicara Bapak Ahmad Bahruddin dari Kelompok Belajar Qaryah Thayyibah, Kalibening,
Salatiga. Pak Din, begitu beliau akrab disapa, memaparkan tentang konsep
belajar di kelompok belajar/ sekolah alternatifnya, yang menerapkan konsep
pendampingan belajar. Dalam makalahnya yang berjudul “Optimalisasi
Anak Cerdas Berbakat Istimewa di Sekolah”.
Beliau bercerita, salah
satu kasus unik adalah ketika salah satu anak
yang belajar disana ingin mengembangkan bakat menggambarnya ke arah
komik. Padahal di tempatnya, belum ada pendamping yang bisa membuat komik, namun
dengan dukungan dan pendampingan yang tepat akhirnya kini si anak tersebut
menjadi salah satu komikus Indonesia yang produktif. Dalam kesempatan tersebut beliau juga
bercerita pengalamannya ketika mengisi sejumlah acara seperti workshop dan
ketika diwawancarai Kick Andy di Metro tv. Kemudian dijelaskan juga tentang mengutip
bahasa Pak Din “Klirumologi” dalam pengembangan bakat anak.
Panitia memberikan doorprize di akhir acara.
Di akhir acara, banyak
dari peserta mengaku mendapat cara pandang baru terhadap pengembangan
kecerdasan anak. Memang hal itu yang diharapkan panitia dari acara seminar ini.
Anak seharusnya diberi pendampingan dan bimbingan sehingga mampu mengembangkan
bakat sesuai potensinya, bukan dipaksakan, karena anak bukan lah media
pelampiasan cita-cita orangtua yang gagal dicapai di masa lalu. (Gilang)
Panitia berfoto bersama moderator dan pembicara.
semangat imamupsi ums !!!!!!
BalasHapus