Sabtu, 30 November 2013

Multiple Intelligences: Mengungkap Kecerdasan Majemuk dalam Teori dan Praktik.


“Semua orang adalah (terlahir) jenius. Tetapi jika kau memaksa seekor ikan harus punya kemampuan memanjat pohon, ikan itu akan menghabiskan seluruh hidupnya untuk memercayai bahwa dirinya bodoh.”
(Albert Einstein)

Bagaimana mendefinisikan seorang anak yang cerdas? Selama ini banyak dari orangtua memandangnya dengan prestasi akademik di  sekolah. Namun ada anak-anak lain yang berhasil meraih prestasi, bukan dari bidang akademik, melainkan bidang lain seperti olahraga atau seni, Bagaimana dengan mereka? Apakah mereka tidak bisa disebut cerdas?


Para Ahli Psikologi selama berabad-abad merumuskan konsep kecerdasan. Dimulai dari yang paling sederhana seperti tes sensori dari Sir Franois Galton (1869). Kemudian muncul Alfred Binet (1900), dengan konsep IQ (Intelektual Intelligences), sampai muncul Edward Thorndike (1920) yang membagi kecerdasan menjadi 3 bagian (Kecerdasan Abstrak, Kecerdasan Konkret dan Kecerdasan Sosial). Sampai akhirnya di tahun 1980an seorang ahli bernama Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul “Frames of Mind”, mengemukakan teori tentang Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences). Tema ini yang kemudian diangkat IMAMUPSI UMS, dalam acaranya yang bertajuk, Seminar Nasional Multiple Intelligences: Mengungkap Kecerdasan Majemuk dalam Teori dan Praktik.

Ketua Panitia, Ketua Umum IMAMUPSI dan Dekan Fakultas Psikologi memberi sambutan.

Acara yang berlangsung di Auditorium M Djasman UMS pada Kamis (28/11/2013) tersebut, diisi oleh tiga pembicara, Taufik Ph.D (Dosen Magister Pasca Sarjana UMS) sebagai keynote speaker, seorang Trainer dan Psikolog dari PT Next Worldview, Mustofa Jufri, S.Psi M.Si, dan pendiri Sekolah Alternatif/ Kelompok Belajar Qoryah Thoyyibah Salatiga, Bpk. Ahmad Bahruddin. Acara yang dipandu Muhammad Abdul Azis ini berlangsung dari pukul 09.00 sampai 15.00 WIB. Dalam acara tersebut juga tampil Kelompok Perkusi dariSekolah Qoryah Thayyibah. Acara ini juga dihadiri Dekan Fakultas Psikologi UMS, Susatyo Yuwono, S. Psi, M. Si, yang memberi sambutan pada awal pembukaan acara.

Keynote speaker, Bp. Taufik Ph.D

Pada sesi pertama acara, dibuka oleh pemaparan dari keynote speaker, Bpk Taufik Ph.D, dengan materi tentang sejarah perkembangan sampai munculnya Teori Multiple Intelligences. Pengantar Multiple Intelligences.


Mustofa Jufri M.Si menyampaikan makalahnya.

Dilanjutkan pembicara berikutnya, Bapak Mustofa Jufri M.Si., yang merupakan seorang Trainer dan Psikolog, dalam Makalah Multiple Intelligences -nya beliau mengutip pernyataan dari, Thomas Armstrong Ph.D, bahwa ada dua bencana besar yang menimpa sumber daya manusia (Amerika)  yang berkaitan dengan pelaksanaan tes kecerdasan, yakni:
1.   Penerapan Closing Test, yang dimulai pada  tahun 1900  oleh Alfred Binet.
2.   Penerapan Disability Test, yang diawali tahun 1960 an sampai 1980 an. Oleh Samual Kirk.
Alfred Binet dkk menciptakan tes kecerdasan yang pertama dan memberikan opini kepada masyarakat bahwa kecerdasan itu dapat diukur secara obyektif dan dinyatakan dalam satu angka yaitu nilai IQ. Sedangkan Samuel Kirk, mengembangkan konsep bahwa manusia harus ditemukan kelemahannya, dan diberi label: LD, ADD, dan ADHD.  


Beliau juga menjelaskan kritik dari Howard Gardner terhadap tes kecerdasan tersebut. Setelah sesi pertannyaan, materi pertama materi berakhir sekitar pukul 12.00 WIB. 
Sebelum mulai materi ke-2, peserta dihibur dengan peanmpilan grup perkusi dari Kelompok Belajar Qaryah Thayyibah.

Kepala Sekolah Qaryah Thayyibah Bp. Ahmad Bahruddin.

Di materi ke-2, menampilkan pembicara Bapak Ahmad Bahruddin dari Kelompok Belajar Qaryah Thayyibah, Kalibening, Salatiga. Pak Din, begitu beliau akrab disapa, memaparkan tentang konsep belajar di kelompok belajar/ sekolah alternatifnya, yang menerapkan konsep pendampingan belajar. Dalam makalahnya yang berjudul Optimalisasi Anak Cerdas Berbakat Istimewa di Sekolah”.


Beliau bercerita, salah satu kasus unik adalah ketika salah satu anak  yang belajar disana ingin mengembangkan bakat menggambarnya ke arah komik. Padahal di tempatnya, belum ada pendamping yang bisa membuat komik, namun dengan dukungan dan pendampingan yang tepat akhirnya kini si anak tersebut menjadi salah satu komikus Indonesia yang produktif.  Dalam kesempatan tersebut beliau juga bercerita pengalamannya ketika mengisi sejumlah acara seperti workshop dan ketika diwawancarai Kick Andy di Metro tv.  Kemudian dijelaskan juga tentang mengutip bahasa Pak Din “Klirumologi” dalam pengembangan bakat anak.
Panitia memberikan doorprize di akhir acara.

Di akhir acara, banyak dari peserta mengaku mendapat cara pandang baru terhadap pengembangan kecerdasan anak. Memang hal itu yang diharapkan panitia dari acara seminar ini. Anak seharusnya diberi pendampingan dan bimbingan sehingga mampu mengembangkan bakat sesuai potensinya, bukan dipaksakan, karena anak bukan lah media pelampiasan cita-cita orangtua yang gagal dicapai di masa lalu. (Gilang)

Panitia berfoto bersama moderator dan pembicara.

1 komentar: