Hukum Wanita Karier
& Tampil Di Muka Umum
|
I. Khilaf Tentang Keluarnya Wanita
Masalah wanita karier memang jadi
bahan pertentangan antara pendukung dan penentangnya. Yang mendukung tentu
datang dengan sejumlah dalil serta argumentasi. Dan yang menentangnya pun tidak
kalah kuat dalil serta argumennya.
A. Pendapat Yang Mendukung Wanita Karier
- Khadidjah ra. Adalah Seorang
Pebisnis.
Rasulullah punya seorang istri yang
tidak hanya berdiam diri serta bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia
adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau
menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah
menikahinya, tidak berarti istrinya itu berhenti dari aktifitasnya.
Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah ra itu
amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber
dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek
seorang donatur setia yaitu istrinya yang pebisnis kondang.
Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis,
sosok Khadijah adalah tipe wanita rumahan yang tidak tahu dunia luar. Sebab
bila demikian, bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya itu dengan baik,
sementara dia tidak punya akses informasi sedikit pun di balik tembok rumahnya.
Disini kita bisa paham bahwa seorang istri nabi sekalipun
punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah
memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadijah ra. dikaruniai
beberapa orang anak dari Rasulullah SAW.
- Aisyah ra. Tokoh Masyarakat dan
Ikut Perang Jamal.
Sepeninggal Khadijah, Rasulullah
beristrikan Aisyah ra, seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang kiprahnya di
tengah masyarakat tidak diragukan lagi. Posisinya sebagai seorang istri tidak
menghalanginya dari aktif di tengah masyarakat.
Semasa Rasulullah masih hidup, beliau sering kali ikut
keluar Madinah ikut berbagai operasi peperangan. Dan sepeninggal Rasulullah
SAW, Aisyah adalah guru dari para shahabat yang memapu memberikan penjelasan
dan keterangan tentang ajaran Islam.
Bahkan Aisyah ra. pun tidak mau ketinggalan untuk ikut
dalam peperangan. Sehingga perang itu disebut dengan perang unta, karena saat
itu Aisyah ra. naik seekor unta.
- Wanita punya hak untuk memiliki
harta sendiri.
Islam mengakui hak milik seroang
wanita atas hartanya. Dari hukum waris, ada pengakuan bahwa wanita berhak
mewarisi harta dari orang tua, kakak, suami atau anaknya.
Dan ketika dinikahi, haruslah diberikan mahar atau harta
sebagai tanda kehalalannya. Mahar ini untuk selanjutnya menjadi hak milik
pribadi wanita tersebut. Suaminya tidak punya hak atas pemberiannya itu.
Maka wanita bebas mencari harta untuk dirinya, bukan
sebagai kewajiban melainkan sebagai kebolehan atau hak pribadinya. Tidak ada
seorang pun yang berhak untuk menghalangi wanita untuk mendapatkan harta untuk
dirinya sendiri.
- Para Wanita Di Masa Rasulullah
Keluar Rumah.
Tidak ada riwayat yang menyebutkan
bahwa para wanita di masa Rasulullah SAW dikurung di dalam rumah. Sebaliknya,
para wanita shahabiyah diriwayatkan banyak sekali melakukan aktifitas di luar
rumah. Baik untuk urusan dagang, dakwah, silaturrahim, rekreasi bahkan perang
sekalipun.
Yang paling jelas dan tidak mungkin ditolak adalah
keluarnya para wanita ke masjid. Sesuatu yang pernah ingin dilarang oleh pihak
tertentu, namun tetap diberikan hak oleh Rasulullah SAW. Sehingga shalat jamaah
di masjid di masa Rasulullah SAW tetap dihadiri oleh jamaah wanita. Maka mereka
akan mendapat pahala shalat jamaah sebagaimana laki-laki meskipun bila tidak
dilakukannya tidak menjadi masalah.
Bahkan Rasulullah menyediakan khusus waktu dimana beliau
mengajar para wanita. Para wanita shahabiyah keluar rumah dan berkumpul untuk
belajar dari Rasulullah SAW.
Sedangkan para dua hari raya Islam yaitu `Iedul Fithri
dan `Iedul Adh-ha, para wanita dianjurkan untuk hadir di tempat shalat
(mushalla) meskipun mereka sedang mendapat haidh. Berkumpul bersama dengan para
laki-laki untuk mendengarkan khutbah dan menghadiri shalat `Ied.
B. Pendapat Yang Menolak Wanita Bekerja
Sedangkan mereka yang cenderung
menolak kebolehan wanita bekerja di luar rumah, juga punya dalil dan argumen
yang tidak bisa disepelekan. Diantaranya adalah :
- Dalil Al-Quran
Allah SWT telah berfirman tentang
keharusan wanita menetap di dalam rumah, tidak untuk keluar bepergian kesana
kemari, mengisi tempat-tempat pekerjaan laki-laki, serta menjadi penghibur
nafsu syahwat mereka.
tbös%ur Îû
£`ä3Ï?qãç/ wur Æô_§y9s? yly9s? Ïp¨Î=Îg»yfø9$#
4n<rW{$# ( z`ôJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# úüÏ?#uäur no4q2¨9$# z`÷èÏÛr&ur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 $yJ¯RÎ) ßÌã ª!$# |=ÏdõãÏ9 ãNà6Ztã }§ô_Íh9$# @÷dr& ÏMøt7ø9$# ö/ä.tÎdgsÜãur
#ZÎgôÜs?
ÇÌÌÈ
“Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu* dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu** dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait*** dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.
(QS. Al-ahzab, 33: 33)
(*Maksudnya: isteri-isteri
Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan
oleh syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat.
**Yang dimaksud Jahiliyah yang
dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan
yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi
sesudah datangnya Islam.
***
Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.)
- Hadits Rasulullah SAW.
Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa
wanita itu tidak beloh keluar rumah, sebab akan menjadi fitnah.
Diriwayatkan oleh At-Tirmizy marfu`an bahwa,
"Wanita
itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan menaikinya".
Menurut At-turmuzi hadis ini kedudukannya hasan shahih.
Dan secara jelas disebutkan bahwa ketika seorang wanita keluar rumah, maka
syetan akan menaikinya dan akan menjadi sumber masalah baik bagi dirinya maupun
bagi orang lain.
- Jangan Bandingkan Kondisi Di
Zaman Rasulullah Dengan Zaman Sekarang
Mereka juga menganggah hampir semua dalil yang menceritakan tentang keluarnya para wanita di masa Rasululah menjadi tidak relevan di masa sekarang ini. Sebab kondisi sosialnya sudah jauh berbeda. Para shahabat yang tinggal di Madinah adalah orang-orang yang suci, bersih dan sangat menjaga diri dari fitnah. Demikian juga dengan hukum yang berlaku adalah hukum Islam, dimana hampir tidak ada celah sedikitpun untuk bisa terjadinya penyelewengan. Maka dalam kondisi yang sedemikan baik itu, bolehlah para wanita keluar rumah tnapa khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan.
Sedangkan yang terjadi sekarang ini justru sebaliknya.
Begitu banyak kemaksiatan dan godaan yang meraja lela digelar di tengah kita.
Maka untuk masa sekarang ini, membiarkan wanita keluar rumah dan bercampur
dengan laki-laki lebih beresiko dan menjadi sumber kerusakan umat.
Maka sudah selayaknya wanita muslimah yang baik tidak
keluar rumah dan merusak kesucian dirinya dengan kerusakan zaman. Apalagi
berjejalan di kendaraan dengan laki-laki asing, berhimpitan dan bertumpang
tindih satu sama lain tanpa batas.
Dengan memperhatikan dua kutub ini,
maka kita perlu mengambil jalan tengah, antara yang mengharamkan keluarnya
wanita dengan yang menghalalkan. Paling tidak kita mengerti mengapa seseorang
mengharamkan atau menghalalkan. Sehingga kita tidak terjebak dengan salah satu
dari dua sikap ekstrem yang berlebihan.
II. Mengapa Wanita Barat Bekerja Di Luar Rumah ?
Wahbi Sulaiman Ghawaji dalam bukunya
Al-Mar`ah Al-Muslimah menyebutkan latar belakang yang mendukung mengapa para
wanita di Barat cenderung untuk bekerja ke luar rumah. Diantaranya beliau
menyebutkan :
- Budaya di sana adalah bahwa orang
tua tidak memberi nafkah kepada anak mereka sampai batas usia tertentu.
Terutama bila sudah berusia 18 tahun, maka semua nafkah dan uang pemberian
terputus sama sekali. Bahkan sekedar untuk menumpang tinggal di rumah
orang tua pun sering harus membayar uang tertentu. Bahkan membayar biaya
mencuci bayu dan menyetrikanya.
Maka wajarlah para wanita terpaksa harus bekerja apa saja
dan hal itu sudah ditanamkan sejak kecil. Sebab dia tetap harus menyambung
hidupnya saat masih remaja.
- Orang Barat mewarisi budaya
hedonis dan rancu tentang wanita. Mereka terbiasa menjadikan wanita
sebagai alat dan objek, bukan sebagai manusia yang punya jiwa dan naluri.
Maka pemandangan sehari-hari di barat adalah wanita yang
dijadikan asset perdagangan baik secara langsung atau tidak langsung. Pertama :
wanita dijadikan tenaga kerja, sebab upahnya lebih murah dibandingkan upah
laki-laki. Kedua : wanita dijadikan media promosi yang muncul hampir di semua
iklan dan dunia advertising. Ketiga : wanita dijadikan objek promosi dan calon
konsumen yang paling royal menghamburkan uang.
Maka pemandangan wanita keluar rumah dan bekerja dalam
bidang apa saja tanpa batas sudah menjadi tuntuan kehidupan sosial di sana.
- Orang-orang di Barat hidup dengan
mengikuti naluri dan insting mereka. Atau bahasa yang lebih tepatnya
adalah mengikuti hawa nafsunya saja. Kemana hawa nafsunya membawa,
kesanalah mereka akan berjalan. Dan daya tarik wanita adalah tema yang
paling menarik hawa nafsu.
Maka wajarlah naluri mereka mengatakan bahwa seharusnya
wanita ada di berbagai tempat. Di kantor, sekolah, bengkel, pompa bensin sampai
pada tempat yang secara khusus dibuat untuk memberikan pelayanan wanita secara
seksual (rumah bordil).
Maka tidak ada satupun wilayah dan bidang kehidupan di
Barat yang tidak diisi oleh para wanita. Dan keluarnya para wanita ke berbagai
tempat yang tidak cocok dengan jiwa mereka sekalipun sudah menjadi hal yang
tidak bisa dihindari lagi.
- Mereka tidak pernah mampu
membedakan hakikat laki-laki dan wanita serta bidang wilayah pekerjaannya.
Bahkan cenderung menganggap kedua jenis kelamin itu sama saja.
Padahal secara pisik pun keduanya sudah berbeda. Wanita
punya rahim sebagai wahana reproduksi yang tidak dimiliki oleh laki-laki.
Wanita punya masa menstruasi yang tidak akan pernah dialami laki-laki.
Perbedaan pisik ini tentu bukan tidak ada artinya. Justru dengan mengamati
perbedaan pisik ini yang berlaku pada semua jenis ras manusia, kita tahu bahwa
ada jenis fungsi dan peran yang seharusnya juga berbeda. Dan bila salah dalam
meletakkan fungsi dan peran itu, maka akan terjadi ketidak-seimbangan. Maka
wajar pula bila ada banyak hal yang berantakan bila terjadi salah peletakan
fungsi.
III. Adab Wanita Untuk Keluar Rumah dan Tampil Di Muka
Umum
Kalaulah ada pihak yang memberikan
sedikit kebebasan bagi wanita untuk keluar dan bekerja di luar rumah, maka
tetaplah harus dengan memperhatikan dan menjaga batas-batas atau adab Islam,
yaitu tidak ikhtilath (berbaur antara lelaki dan perempuan), tidak membuka
aurat, tidak kholwah (berdua dengan lelaki) dan terhindar dari fitnah.
Dalam kondisi normal, yang seharusnya
tampil didepan umum yang terdiri dari kaum lelaki dan kaum wanita adalah orang
laki-laki. Dalam kondisi tertentu, yakni adanya kebutuhan obyektif baik dalam
sekala umum atau dalam ruang lingkup khusus dan tidak ada yang dapat
melakukannya selain wanita yang bersangkutan, ia boleh tampil didepan umum
untuk menyampaikan da`wah atau memberikan pelajaran dengan memperhatian
ketentuan-ketentuan Islam, yaitu:
1.
Mengenakan
Pakaian yang Menutup Aurat
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y..$VJÏm§ ÇÎÒÈ
“Hai Nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya* ke seluruh tubuh mereka.."
(* Jilbab
ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada).
(QS Al Ahzaab 32: 59)
2. Tidak Tabarruj atau Memamerkan Perhiasan dan
Kecantikan
tbös%ur Îû £`ä3Ï?qãç/ wur Æô_§y9s? yly9s? Ïp¨Î=Îg»yfø9$# 4n<rW{$# .. ÇÌÌÈ
“Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu..”
(QS Al Ahzaab, 33: 33)
3. Tidak Melunakkan,
Memerdukan atau Mendesahkan Suara
uä!$|¡ÏY»t ÄcÓÉ<¨Z9$# ¨ûäøó¡s9 7tnr'2 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$#
4
ÈbÎ)
¨ûäøøs)¨?$# xsù z`÷èÒørB ÉAöqs)ø9$$Î/
yìyJôÜusù
Ï%©!$#
Îû ¾ÏmÎ7ù=s%
ÖÚttB z`ù=è%ur Zwöqs%
$]ùrã÷è¨B
ÇÌËÈ
“Hai isteri-isteri
Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka
janganlah kamu tunduk* dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya** dan ucapkanlah Perkataan yang baik”.
(QS Al Ahzaab 33:32)
(*Yang
dimaksud dengan tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang menimbulkan
keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka.
**Yang
dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit Ialah: orang yang mempunyai niat
berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina.)
4. Menjaga Pandangan.
@è%
úüÏZÏB÷sßJù=Ïj9
(#qÒäót ô`ÏB ôMÏdÌ»|Áö/r& (#qÝàxÿøtsur óOßgy_rãèù 4 y7Ï9ºs 4s1ør& öNçlm;
3
¨bÎ)
©!$#
7Î7yz
$yJÎ/ tbqãèoYóÁt ÇÌÉÈ @è%ur ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøót ô`ÏB £`ÏdÌ»|Áö/r& z`ôàxÿøtsur
£`ßgy_rãèù ÇÌÊÈ..
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya,..”
(QS An Nuur 30-31)
5. Aman dari Fitnah .
Hal ini sudah merupakan ijma` ulama.
6. Mendapatkan Izin Dari Orang Tua atau Suaminya
Ini adalah yang paling sering luput dari perhatian para
muslimah terutama aktifis dakwah. Sebab sekali mereka ikut terjun dalam dunia
aktifitas rutinitas, maka seolah-olah izin dari pihak orang tua maupun suami
menjadi hal yang terlupakan. Padahal izin adalah hal yang perlu didapatkan dan
tidak bisa disepelekan begitu saja.
Pada dasarnya memang wanita harus mendapatkan izin suami
untuk keluar rumah. Dan ini sebenarnya sangat manusiawi sekali. Tidak merupakan
beban dan paksaan atau menjadi halangan.
Izin dari suami harus dipahami sebagai bentuk kasih
sayang dan perhatian serta wujud dari tanggung-jawab seorang yang idealnya
menjadi pelindung. Semakin harmonis sebuah rumah tangga, maka semakin wajar
bila urusan izin keluar rumah ini lebih diperhatikan.
Namun tidak harus juga diterapkan secara kaku yang
mengesankan bahwa Islam mengekang kebebasan wanita.
Jadi ini sangat tergantung dari bagaimana seorang wanita
dan pasangannya memahami dan menerapkannya dalam rumah tangga. Kalau hal itu
disadari secara wajar dan biasa-biasa saja, maka izin untuk keluar rumah bukan
lah hal yang merepotkan. Sebagaimana pakai jilbab pun tidak merepotkan bagi
yang terbiasa.
Sebaliknya, alasan yang paling sering dilontarkan para
wanita yang belum terbuka hatinya untuk pakai jilbab adalah masalah repot ini
juga. Buat mereka Islam itu merepotkan, karena para wanita jadi tidak bisa
berekspresi dan terkekang sebab kemana-mana musti pakai jilbab. Belum lagi
kalau nanti jilbabnya pletat pletot, bukan makin rapi malah bikin tidak pd. Itu
lah alasan klasik yang paling sering terdengar.
Dan kasus yang sama juga pada wanita modern yang merasa
terkekang ketika keluar rumah harus minta izin suaminya. Bagi mereka yang tidak
terbiasa dengan hal itu, pasti rasanya merepotkan. Tapi bagi yang sudah biasa,
ya biasa-biasa saja. Tidak ada masakah untuk minta izin suami. Justru minta
izin itu bisa menjadi wujud rasa cinta dan sayang.
Wa Allahu A’lam bi as-showwab ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar