Rabu, 14 Desember 2016

Pernikahan Sejenis dan RusaknyaHakikat Pernikahan
(by Muna Faiza Amatullah)
Image result for gambar pernikahan sejenis

Pernikahan menjadi awal dari sebuah kehidupan rumah tangga, dimana di dalam rumah tangga akan mewujudkan apa yang disebut tujuan pernikahan. Tujuan pernikahan ini dibentuk dan dijalankan oleh dua orang yanki suami dan istri yang tidak lain adalah seorang laki-laki dan perempuan. Di dalam organisasi paling kecil ini juga terdapat pembagian tugas agar tujuan pernikahan tercapai dengan baik. Allah telah menentukan tugas tersebut, yakni laki-laki menjadi pemimpin keluarga dan sebagai pencari nafkah (an-Nisa’ 34)  sedangkan istri menjadi penjaga harta suami ketika suami pergi ( hadist) dan pelaksana atas kepemimpinan laki-laki.
Tugas-tugas ini telah disesuaikan oleh Allah dengan keadaan biologis dan psikologi atau dapat kita sebut sebagi fitrah dari masing-masing Pasutri (pasangan Suami istri). Allah tidak akan membebankan hamba-Nya dengan sesuatu yang diluar kemampuannya ( Al-Baqoroh : 286 )dan Allah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan ukurannya (Al-qomar :49). Jadi pembagian tugas tersebut sangat sesuai bagi masing-masing gender karena sesuai dengan fitrahnya sehingga dapat mencapai apa yang disebut tujuan pernikahan dengan mudah. Salah satu tujuan pernikahan yang sangat penting adalah meneruskan keturunan, di dalam pembahasan mahosid Syari’ah disebut sebagai salah satu dari dhoruriyat Khamsah yakni Hidzhu Nasl (mejaga keturunan). Penerusan keturuanan ini diharapkan dapat memperbanyak dan memperkuat barisan umat dan yang paling penting mencegah kepunahan umat manusia.
Lalu bagaimana jika pernikahan dilaksanakan oleh satu jenis manusia, yakni laki-laki dengan laki-laki (gay) atau perempuan dengan perempuan (lesbi). Tentunya hal ini akan merusak peran yang sudah Allah tetapkan pada masing-masing gender. Yaitu laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri, dimana setiap perannya membutuhkan kesesuaian dengan firah baik fisik maupu psikis. Fitrah yang berupa perbedaan tersebut akan menjadi pelengkap dari peran masing-masing pasutri dalam rumah tangga. Yaitu laki-laki sebagai suami yang Allah telah tetapkan sebagai pemimpin dan pencari nafkah sehingga Allah memberikan kelebihan untuk menunjang keawjiban tersebut baik dari segi biologis maupun psikologi. begitu pula perempuan sebagai istri yang juga memiliki kelebihan lain secara biologis maupun psikologis yang dapat menunjang tugasnya sebagai seorang istri.
Perbedaan komposisi dalam rumah tangga ini dikarenakan di dalam menjalankan sebuah institusi atau organisasi yang dibutuhkan adalah sebuah struktur dengan peran yang berbada-beda karena  kelebihan disetiap individu berbeda pula. Dengan perbedaan tersebut akan menjadi pelengkap satu sama lain sehingga tujuan dari sebuah institusi maupun organisasi akan mudah tercapai. Begitupula dalam institusi/organisasi terkecil yaitu rumah tangga. Diperlukan jenis yang berbeda yang sesuai dengan kelebihan dan kemampuan yang telah dimiliki dalam diri masing-masing untuk saling melengkapi sehingga tujuan akan mudah untuk tercapai. Namun, jika di dalam rumah tangga hanya ada satu jenis manusia baik laki-laki maupun perempuan, maka tidak akan mampu melengkapi kedua peran yang berbeda. Sehingga akan muncul ketidakseimbangan
Selain ketidakseimbangan peran dalam rumah tangga, penikahan sejenis tidak akan dapat mencapai mahosid (tujuan) dari pernikahan yakni hifdzhu nasl (menjaga keturunan).karena keturunan hanya dihasilkan dari sperma yang ada pada laki-laki dan telur yang ada pada perempuan. Bagaimana akan memperoleh keturunan jika yang dimiliki dalam rumah tangga hanya sprema atau hanya telur ?




Jika kita melihat jauh kedepan, Pernikahan sejenis ini hanya akan mengancam populasi manusia, sehingga seolah dengan melegalkan pernikahan sejenis kepunahan manusia akan terancam, naudzhubillah. Karena institusi kecil penghasil keturunan telah bergeser hakikatnya. Hakikat yang telah Allah tetapkan bahwa untuk membentuk institusi ini di butuhkan 2 jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan. Penetapakan hakikat tersebut di implemantasikan dalam ketentuan syariat pernikahan. jika penikahan telah keluar dari rel syari’at maka secara jelas keseimbangan agar goyah sehingga adanya syari’at adalah utnuk mengatur kesimbangan manusia dan kelangsungan hidupnya.
Singkatnya, pernikahan oleh sesama jenis akan merusak keseimbangan peran dalam rumah tangga yang telah diatur peran masing-masing oleh Allah melalui fitrah biologis dan psikologis yang iikat dalam syari’at. Dan yang lebih penting adalah pernikahan oleh sesama jenis akan merusak tujuan pernikahan, dimana didalam tujuan pernikahan ada kelangsungan hidup manusia. Sungguh Allah tidak akan meciptakan segala sesuatu dengan sia-sia ( Ali Imron 191). HuaAllahu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar