Keabnormalan Pro LGBT Dalam Tinjauan Maqhosid Syar’iyah
by Mbak Muna :)
Alqur’an dan hadist adalah 2 pedoman
yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pegangan untuk umat
manusia dalam segala hal. Kedua pedoman dan pegangan inilah yang dapat
menyelamatkan manusia dari carut-marutnya kehidupan dunia dan panasnya api
neraka. Aspek-aspek yang ada di dalam Al-Qur’an maupun Hadist tidak lain
bertujuan untuk membawa manusia pada kebahagiaan dunia maupun akhirat. Petunjuk
dan aturan yang telah Allah tetapkan di dalamnya sebagai lintasan dan pagar
yang menunjukkan dan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dari hal hal
makro hingga mikro dari diri sendiri hingga negara , dari kelahiran hingga
kematian. Pagar pengatur inilah yang disebut sebagai syariat.
Di dalam setiap syariat yang telah Allah tetapkan memiliki tujuan yang di dalam ilmu ushul fiqh disebut sebagai maqhosid syar’iyah. Maqhosid dari sebuah hukum syara’ berupa maslahah yang didalamnya terdapat illat dan hikmah. maslahah dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan menjauhkan dari keburukan[1]. Illat atau hujjah atau alasan adalalah sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara objekctif dan ada tolak ukurnya dan sesuai dengan ketentuan hukum yang keberadaannya merupakan penentu adanya hukum[2]. Misalnya illat dari syariat larangan meminum khomer adalah karena memabukkan, sehingga dengan illat ‘memabukkan’ terjadilah ijtihad dengan qiyas pada pengaharaman minuman yang memabukkan lainnya. Sedangkan hikmah adalah sesuatu yang menjadi tujuan atau maksud disyariatkannya suatu hukum dalam wujud kemaslahatannya bagi manusia.[3] cara mengetahuinya adalah dengan menelaah dan memperhatikan semua atau sebagaian dari syariat[4].
Illat dan hikmah, keduanya merupakan unsur dari maqhosid syariah yang menghasilkan kemaslahatan untuk mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan. jadi di dalam syariat terdapat kepentingan manusia yang mendasar. syariat menjadi jalan penyelamat bagi manusia melaluia batasan-batasan yang Allah terapkan. Batasan-batasan tersebutlah yang memagari manusia dari keburukan (mafsadah) , namun sayangnya kebanyakan manusia belum dan tidak menyadarinya.
Tujuan dari maslahah yang ada pada syariat adalah untuk memelihara 1) agama, 2) jiwa, 3)akal, 4) keturunan dan 5) harta (dhoruriyat khamsah)[5] . Kelima hal tersebut merupakan unsur yang pokok dalam kehidupan manusia. jika ditelaah kelima hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hireraki kebutuhan maslow yaitu 1) kebutuhan fisiologis, 2) kebutuhan akan rasa aman, 3)kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki, 4) keutuhan akan penghargaan, 5) kebutuhan untuk aktualisasi diri. Perbedaannya adalah bahwa maslow meniadakan kebutuhan akan Tuhan dan menuhankan diri sendiri. disinilah juga pengaruh dari sekularisme dalam epistemologi ilmu psikologi yang sudah terjadi sejak awal berdirinya ilmu psikologi yang berusaha meng-empiriskan dirinya. Hasilnya adalah psikologi kehilangan bahasan utamanya yakni ‘jiwa manusia’.
Ketidaktaatan ilmu psikologi pada Sang pencipta manusia inilah yang menyebabkan ilmu psikologi tidak memandang syariat sebagai pagar batasan manusia dalam berperilaku. Sehingga kebebbasan berperilaku merajai manusia dan tidak sadar bahwa didalam kebebasan tersebut terdapat penyakit yang bisa saja menjangkit jiwa manusia akibat dari melanggar batasan syariat yang hakikatnya adalah perlindungan manusia dari mafsadah.
Panyakit jiwa yang sedang banyak dibicarakan sekarang adalah LGBT. Tidak sedikit orang yang mendukung penyakit ini dan mengatasnamakan kemanusiaan. Nama ‘kemanusiaan’ yang di usung sebagi hujjah LGBT adalah manusia dengan kebebasan berkehendak, manusia yang tanpa batasan syariat dan manusia yang belum mengerti hakikat manusia sebenarnya. Begitu pula para psikolog yang mendukung LGBT, mereka tidak meletakkan definisi keabnormalan pada hakikat manusia yang sesuangguhnya. Hal itu disebabkan karena hakikat manusia dalam psikologi barat sangat kabur, bermacam-macam dan tidak adanya kesepakatan. Selain itu, kesekuleran dalam psikologi menyebabkan kebebasan berpikir dan berkehendak tanpa melihat aspek agama. Yang mana agama dan syariat sebenarnya memiliki banyak batasan dan mengandung maslahah untuk kepentingan manusia sendiri.
Salah satu yang dipelihara dalam tujuan syariat (maqhosid) adalah jiwa dan akal. Jiwa dan akal merupakan aspek penting dalam membedakan manusia dengan hewan. Jika manusia kehilangan akal dan jiwa, maka manusia hanya akan sama dengan hewan. Dalam psikologi akal dapat diartikan sebagai kognisi[6]. Sedangkan pemaknaan jiwa dalam psikologi tidak ada kesepakatan, karena beberapa kalangan juga mengartikan psikologi sebagai ilmu perilaku . kedua makna tersebut sebenarnya kurang lengkap jika disandingkan sebagai perwakilan dari akal dan jiwa yang memiliki makna lebih luas. Ketidaklengkapan pemaknaan dalam psikologi tetap menjadikan akal dan jiwa sebagai suatu yang vital dan mendasar bagi kelangsungsungan hidup dan kewarasan manusia. jika jiwa dan akal hilang sejatinya hakekat manusia juga telah hilang.
Penerapan syariat adalah jalan dari Allah antara lainuntuk memelihara agama, jiwa dan akal atau dapat diartikan memelihara hakikat manusia. jadi singkatnya manusia yang menolak hukum syariat yang telah ditetapkan oleh Allah adalah menuasia yang tidak menginginkan keselamatan pada jiwa dan akal mereka, artinya mereka lebih memilih menjadi gila, dari pada hidup dengan akal dan jiwa normal lagi murni karena telah meninggalkan agama. dalam hal ini secara mudah kita dapat mengtakan bahwa pelaku LGBT maupun pendukungnya tidak perduli lagi dengan pemeliharaan jiwa dan akal melalui syariat. sehingga klasifikasi abnormal pun memang seharusnya disandang.
Abnormalitas pelaku dan pendukung LGBT disebabkan karena melencengnya dari syariat. hukum syariat yang telah ditetapkan oleh Allah menjadi pagar penyelamat bagi manusia baik dalam ranah kejiwaan maupun sosial. Karena maqosid syariah tidak lain adalah untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta yang merupakan hakikat esensi dan eksisitensi manusia. sehingga jika seseorang tidak lagi berjalan diatas rel syariah maka hakikat kewarasan manusia yaitu berupa akal dan jiwa ikut tergerus. Sang Pencipta adalah Yang Maha Tahu atas apapun yang ada dalam diri manusia dan bagiaman mengaturnya agar tetap seimbang dan normal, yaitu dengan syariat yang setiapnya memiliki maqhosid. HuwaAalhua’lam
[1] Musthofa,imron (2014) Konsep Maslahah : posisi tsawabit dan
mutaghiyyorot. Makalah PKU VII
[2] Shidiq ghofar (2009) Teori
maqhosid syar’yah dalam hukum islam. Jurnal Univ Sultan agung vol XLIV NO 118
Juni-Agusutus
[3] Ibid
[4] Musthofa, imron (2014) Konsep Maslahah : posisi tsawabit dan
mutaghiyyorot. Makalah PKU VII
[5] ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar