Minggu, 14 Juli 2013

SENANDUNG CINTA, TAK SEINDAH NAMANYA

(Oleh: Maryam Hanifah)

“Aku rindu setengah mati kepadamu..
Sungguh ku ingin kau tahu, aku rindu setengah mati...
Aku rindu..”

Lagi-lagi senandung itu terdengar dari kamar Mia. Sekilas biasa-biasa saja, namun tak lama kemudian gadis berwajah manis itu keluar dari kamarnya dan menuju ruang tengah, “Huhu, gilaa. Ini lagu, gue bangeet!” ucap Mia diiringi tawa teman-teman kosnya yang tengah berkumpul di ruang tengah. “Iyaa, yang lagi galau, ditinggal kerja, haha,” timpal salah satu temannya. Mia hanya mengangguk dan mengusap ujung mata. Rupanya Mia benar-benar menyerapi lagu yang baru saja ia dengar sampai menangis segala.

Hmm, pernah ngga sih teman-teman mengalami hal yang sama seperti Mia? Atau justru sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu? Kira-kira bagaimana ya jika dilihat dari sudut pandang psikologi Islam?

Peran Lagu dalam Kehidupan Sehari-hari

Pada awalnya, lagu atau bait-bait syair yang diiringi irama nada, memiliki peran khusus dalam masyarakat sebagai penanda adanya sebuah kegiatan seperti pernikahan. Pada saat-saat seperti itu lagu diperdengarkan untuk melengkapi suasana acara tersebut agar lebih meriah dan menghibur. Namun berkembangnya zaman saat ini, menjadikan posisi lagu dalam kehidupan masyarakat mulai bergeser dan mengedepankan fungsinya sebagai hiburan semata. Tak ayal saat ini industri musik berkembang sangat pesat untuk memenuhi keinginan masyarakat yang haus akan hiburan, khususnya berupa lagu-lagu dengan tema percintaan.

Lagu-lagu bernuansa percintaan sangat digemari kawula muda, hal ini bukanlah hal baru memang, mengingat kaum muda di masyarakat senantiasa berganti generasi sehingga peminat lagu-lagu cinta senantiasa ada. Apalagi, jika ditilik dari sudut pandang psikologi, masa muda adalah fase di mana seseorang lebih sensitif terhadap hal yang bernuansa percintaan, apalagi jika dihadapkan pada kondisi yang kurang menyenangkan atau di saat anak muda tersebut merasa sendirian, jadilah lagu-lagu “galau” menjdi teman setia mereka.

Lagu Bernuansa Galau dan Pembentukan Kepribadian

Lagu-lagu bernuansa galau bisa memberi kontribusi dalam pembentukan kepribadian seseorang dan cenderung ke sisi negatif karena pada suatu saat dalam masyarakat, khususnya para remaja akan disuguhi dengan sikap pesimis, kesedihan dan selalu berada di bayang-bayang kelabu melalui lirik-lirik lagu tersebut.

Baik sadar maupun tidak, suguhan berupa lagu bernuansa galau yang dikonsumsi remaja setiap hari dan dalam frekuensi yang tidak sedikit akan mempengaruhi pola pikir dan perkembangan kepribadian mereka ke depannya. Misalnya saja, jika ada seorang remaja yang sedang patah hati karena kekasihnya selingkuh, kemudian ia mendengarkan lagu yang bernuansa sama dengan kondisi emosionalnya saat itu secara berulang, maka yang akan ia dengar tidak akan jauh dari kata-kata selingkuh, khianat, kurang ajar, bunuh diri dan lain-lain. Tanpa mereka sadari, hal ini akan masuk ke pikiran mereka dan bisa saja mengubah pola pikir mereka menjadi takut untuk menjalin hubungan karena takut dikhianati, atau bahkan, yang ada di otak hanyalah pikiran untuk bunuh diri karena alam bawah sadar telah membentuknya demikian.

Selain itu, remaja adalah fase terakhir dalam pembentukan kepribadian seseorang, sehingga jika remaja ini mengakhiri fasenya dengan penuh kegalauan, bisa jadi di masa berikutnya ia akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang merasa percaya diri dan penuh dengan penyesalan. 

Islam memandang fenomena maraknya kaum muda yang larut dalam lagu-lagu bernuansa galau sebagai sesuatu yang tidak baik. Hal itu dikarenakan membawa kaum muda kepada kondisi yang selalu pesimis, terpuruk dalam kesedihan dan futur, sehingga membuat kaum muda semakin jauh dari nila-nilai keislaman dan keimanan. Allah memang menciptakan manusia dalam keadaan lemah, Allah berfirman:
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisaa’ : 28)

Namun di sisi lain pun Allah senantiasa memerintahkan umat manusia, khususnya para kaum muslimin untuk menjadi kuat, apalagi kaum mudanya. Bukan pemuda yang justru berdiam meratapi kondisi, selalu bersedih, dan lain-lain karena hal tersebut akan menjauhkan mereka dari cahaya iman.

Solusi bagi Kaum Muda

Solusinya adalah dengan kontrol diri dan sanggup mengenali diri sendiri. Tau apa yang harus dilakukan untuk mengobati hati suasana hati yang sedang gundah. Pastinya minimalkan kebiasaan yang membuat diri menjadi lebih terpuruk, termasuk di dalamnya dengan mendengarkan lagu bernuansa galau. Ada banyak tuntunan dalam Islam yang bisa menjadi solusi dari permasalahan yang ada, sehingga kaum muda tidak berlarut-larut dalam kefuturan:

1. Berkumpul dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman.

Allah menyatakan dalam Al Quran bahwa salah satu di antara sebab utama yang membantu menguatkan iman para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah keberadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS. Ali ‘Imran: 101)

Inti dari ayat tersebut adalah hendaknya kita berada dalam lingkup orang-orang yang baik dan beriman, dengan demikian nasihat-nasihat yang baik akan senantiasa ada untuk kita dan menjauhkan diri kita dari gerbang kegalauan. Misalnya berkumpul dengan teman, sharing, mengikuti majelis taklim, kajian keagamaan, dan lain-lain.

2. Meyakini bahwa Allah bersama dengan umatnya, dan akan selalu menjaga mereka selama mereka mengingat Allah.

Jadi, daripada berlarut-larut dalam kesedihan dan berteman dengan lagu-lagu galau, lebih baik kita mengingat Allah karena dengan demikian Allah akan senantiasa ada dan menjaga kita. Hal ini secara tidak langsung akan membuat kita selalu berpikir positif atas semua hal yang terjadi yang baik maupun yang buruk. Firman Allah:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Al Fushilat:30)

3. Doa ketika tertimpa kesusahan

Selain berpikir positif, hendaknya juga kita berdoa. Seperti apa yang tersurat dalam hadits riwayat Ibnu Abbas ra.: Bahwa Nabi saw. ketika tertimpa Kesusahan, beliau berdoa: "Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung lagi Maha Penyantun, tidak ada Tuhan selain Allah Tuhan Yang Memiliki Arsy nan Agung, tidak ada Tuhan selain Allah Tuhan segenap langit, Tuhan bumi serta Tuhan Arsy nan Mulia". (Shahih Muslim No.4909)

Hadits ini menuntun kita sebagai manusia untuk selalu mengingat Allah, dan berdoa apabila memang sedang dalam kondisi susah. Ini jauh lebih baik bagi kondisi psikologis kita daripada hanya meratap, berkeluh kesah, dan larut dalam kegalauan.

4. Mengajak masyarakat untuk bersama menciptakan ruang yang positif.

Misalnya, para orang tua bisa membantu menyampaikan kepada para remaja bahwa, jalan hidup masih panjang dan bisa dilalui dengan banyak keindahan meski harus bersusah dahulu. Tidak perlu berlama-lama terpuruk dalam kegalauan dan kegelisahan.

Yupp! Sekarang kita dah tahu kan, bahwa menikmati senandung cinta jika berlarut-larut ternyata tidak seindah namanya. Mungkin hanya enjoy sesaat, karena merasa apa yang ada dalam lagu tersebut sesuai dengan kondisi kita saat tertentu, namun dampaknya bisa berlanjut hingga mempengaruhi kepribadian kita, lho! Hmm, na’udzubillah. Semoga kelak kita tidak menjadi pribadi-pribadi yang jauh dari Allah, pesimistis, dan larut dalam kefuturan. Kita harus memandang semuanya permasalahan yang ada adalah hal yang positif, be positive, Gusy! Cheer up, remember that Allah always beside us! (Ifah)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar